Postingan

Waktu dan cinta oleh Percy

                Apa yang kau ketahui tentang waktu? Aku telah kehilangan semua Tapi tolong tinggalkan sesuatu untukku Menjadi satu-satunya yang tersisa darimu Entah itu kepedihan atau kebahagiaan Sisakan sesuatu Selain pohon-pohon yang mulai tumbuh itu Jika cinta adalah tentang ayah kepada anaknya Maka cinta itu pedih Jika cinta adalah belaian perempuan pada kekasihnya Maka cinta itu bahagia Apa yang kau ketahui tentang cinta? Sedang diseberang sana Wanita tua dengan kursi roda Menyapamu dengan senyum bahagia Delapan tahun Percy percaya Bahwa penjara adalah surga Sukoharjo 29 Januari 2021 Untuk Otis Lort, kepada Lucas Hedges

Kisah Otis pada ayahnya

        Kisah Otis pada ayahnya Bolehkah aku meminta sebatang rokok, ayah Berikan aku, satu saja Jika perlu lemparlah rokok yang kau hisap setengahnya Pada wajahku Biarkan terjatuh dan membakar karpet kamar ini Tenang saja, tak akan ada air mata Toh air mata tidak abadi Dunia ini membusuk, hutan-hutan, batu berserakan, ranting-ranting, daun-daun,dan mayat bergelatakan menunggu dimakan tanah Tidak ada yang abadi kecuali kisah, cerita dan dongeng Kau membelaiku sedang dunia menamparku Tapi biji perlu memecah dirinya sendiri untuk menjadi bunga bukan? Itu kekerasan  tapi bukankah bunga itu indah? Kau hanyalah seorang bajingan, seorang bajingan yang baik Tidak ada yang lebih bajingan darimu Karena kau ayahku Birkan waktu berjalan Biarkan polisi menyiram bakal bakal pohon yang kau tanam Katamu, kita akan membuat rumah pohon Diatas rembulan Sukoharjo, 29 Januari  Untuk James Lort, kepada Shia LaBeouf

Badai Yang Kunanti

Setelah sekian lama menunggu badai yang tak kunjung tiba Di malam yang dingin tanpa pertanda kau datang sebagai badai Yang sejak dulu kuterka akan tiba Pada waktunya Waktu yang seakan berhenti Lalu memutar detik jam Berbalik arah beserta kiasan kenangan yang lalu lalang Akhirnya kau tiba Sebagai obat tanya yang begitu pahit di lidah Namun terasa manis dihati Disertai rasa sesal yang tak tahu kapan reda Hanya berandai waktu itu aku menyadarinya Dan dunia bersahabat dengan kita

Pada gambar alur amarah

Gambar
Pada gambar alur amarah Diantara perkara dalam teriakan buta Dalam degup rindu yang menggebu Berbaris baris dalam gelap Menanti gemerlap Menjadi hitam dalam gelap Atau warna diantara cahaya Kau tak bisa memilih Sebab pada satu diantara keduanya Adalah milik tuan Satu lagi pilihan tersisa adalah juga milik tuan Namun jangan bersedih sebab jalanan adalah teman Jalanan atas nama mata Atau jalanan atas nama rasa Kau bisa mendapat keduanya Pada keramaian mungkin kau bersedih Namun dalam kesendirian kau temukan riuh dalam pikiran Munanda Okki Saputro, Tawangmangu 01 April 2020

Malam rindu

Esok pagi kita kan bertemu Seperti biasa melihat matahari bercumbu langit biru Menawan hati setiap penikmat pilu Seperti kita setelah malam yang kelam dan penuh rindu Menghardik setiap pemuja cinta Pada kasih kita bersama Menuai rasa yang ku ukir di mekar bunga-bunga Merawatnya dengan peluk dan megahnya rasa Diruang sepi kita kan bertemu Diberanda rasa kita mengadu rindu Nikmati pilu Rasakan rindu Haraplah temu Haraplah temu Haraplah temu

Burung malang

Burung-burung itu hanya hinggap Tak sempat menanam harap Bahkan tak sempat membuat sarang untuk sekedar memeluk hangat Terbang dengan kemolekan dan keindahan yang menggoda setiap pejalan Kaki kaki yang berpijak di tanah gersang Kegelisahan menyeruak bagai amarah yang tak pernah sampai Tidak menjauh namun berkutat melingkar Burung burung itu terus menggores luka dalam batin Sengaja menari namun tak akan dapat dimiliki Burung itu ada, burung itu nyata, burung itu memeberi isyarat untuk di tangkap Namun tak akan dapat Dan hampa akan datang sebagai teman kepedihan Munanda Okki S, Sukoharjo 20 Maret 2020

Pagi di kota sepi

Suara mesin produksi telah menjerit-jerit Bos bos besar sedang sarapan bersama keluarga Sedang para pekerja memulai hari sejak pagi buta Mengayuh sepeda tua atau berjalan menyusuri kesepian Hening Apalagi sarapan, bahkan menikmati pagi pun tak sempat Berjalan bagai roda gerigi yang terus berputar Seimbang Tak boleh goyah apalagi menjelma lemah Mengusap hari demi hari tanpa henti Lalu diperas habis oleh tuan tuan bermodal Berkacamata hitam Jas dan dasi yang rapi Bagai hendak memberi pangan seisi bumi Mereka membawa cambuk gaji yang tak seberapa Hutang beras Hutang kontrakan Bayar sekolah dan kesehatan Semua menjadi racikan hidup yang sempurna Setidaknya masih ada harap untuk melihat cahaya gemerlap Yang tak semestinya Berdiri tegak diatas kerapuhan